AW-11478559261

Friday, September 14, 2012

Riau Bersiap Gelar Pesta Olahraga Nasional


Melihat persiapan Riau menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII yang akan resmi dibuka pada Selasa 11 September 2012.

Saat mendarat di bandar udara internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru pada Minggu 9 September lalu, suasana hajatan tuan rumah menggelar pekan olahraga nasional sudah terasa.

Selain kehadiran umbul-umbul selamat datang dan maskot burung Berindit, juga tampak sejumlah Liaision Officers siap menyambut kontingen atlet yang baru mendarat dan mengantarkannya ke meja Registrasi. Liaisions Officer mengenakan kaus kuning, celana jeans dilengkapi sepatu kets berlogo perahu lancang kuning sesuai logo PON XVIII adalah sejumlah mahasiswa di provinsi Riau.

Pada hari yang sama juga Wakil Presiden RI Boediono dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng datang ke Riau dan meninjau persiapan penyelenggaraan PON XVIII.

Wapres Boediono melakukan peninjauan didampingi Menko Kesra Agung Laksono, Ketua KONI Pusat Tono Suratman, dan Gubernur Riau HM Rusli Zainal, Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit, dan sejumlah pejabat Pemprov Riau serta pengurus PB PON.

Menpora Andi Mallarangeng meninjau kondisi-kondisi arena serta sempat menonton pertandingan yang sudah dimulai sejak hari Minggu tersebut. Menpora meninjau langsung dimulai dari venue lapangan tembak di Sport Centre Rumbai, dilanjutkan ke Wisma Atlet. Kemudian dilanjutkan, menonton pertandingan basket putra antara DKI Jakarta dengan Nanggroe Aceh Darussalam yang berakhir dengan kemenangan pada tim putra DKI Jakarta. Menpora juga mendatangi kolam renang Rumbai Aquatic Center untuk menyaksikan penyisihan loncat indah pria, untuk kemudian pergi ke Bandarseni Raja Ali Haji (Bandar Serai)/Purna MTQ tempat cabang olahraga  biliar, bowling dan sepak takraw. 

Untuk PON yang berlangsung antara 9-20 September 2012, Riau menyiapkan  54 arena untuk 39 cabang olahraga yang tersebar di ibukota provinsi Pekanbaru, Dumai dan Bengkalis.

Sejumlah berita miring memang menerpa persiapan kompetisi olahraga antar provinsi ini. Dari belum selesainya sasana olahraga dan berbagai fasilitas pendukung, pembangunan sempat terhenti karena adanya dugaan suap Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Belum selesainya Wisma Atlet bersama belum terpasangnya fasilitas pendukung seperti air, listrik dan AC.  Dan rubuhnya kanopi di stadion tenis pada Rabu 5 September 2012 dan melukai dua pekerja.

Pembukaan PON XVIII akan berlangsung pada Senin 11 September 2012. Rencananya obor api utama akan diarak ke Stadion Utama Riau, dan disulut ke kalderon di stadion yang menandakan PON dibuka secara resmi. Sementara 12 obor lainnya akan dikirab berkeliling daerah hingga ke perkampungan.

Sebagai informasi, maskot PON XVIII adalah burung Serindit atau disebut “Bujang Serindit” yaitu burung khas daerah Provinsi Riau. Bagi masyarakat Melayu Riau, Serindit dimaknai sebagai kebijaksanaan, keindahan, keberanian, kesetiaan, kerendahan hati maupun lambang kearifan.

Sedangkan logo PON XVIII yaitu “Perahu Lancang Kuning” berupa layar dan gelombang sebagai simbolisasi daerah julukan Bumi Lancang Kuning, dengan makna daerah Riau dialiri oleh 4 sungai besar yaitu Sungai Kampar, Sungai Rokan, Sungai Indragiri dan Sungai Siak, dimana keempat sungai tersebut merupakan sumber kehidupan masyarakat Riau.

Sedangkan Lancang memberikan arti kehidupan penuh dengan semangat yang berpacu menuju prestasi. Gelombang laut melambangkan kedinamisan masyarakat Riau bergerak terus menerus tanpa berhenti mengantarkan kemajuan negeri. Sementara warna merah, kuning, dan hijau melambangkan bahwa Riau memiliki budaya yang tinggi.

Lingkaran berkait pada sudut kiri lancang kuning melambangkan semangat sportifitas yang tinggi dalam persaudaraan menuju prestasi PON. Huruf dan angka menunjukkan tahun dan tempat penyelenggaraan PON XVIII tahun 2012 di Provinsi Riau.

PON Riau adalah kelima kalinya berlangsung di luar Jawa, selain Medan (1953), Makassar (1957), Palembang (2004), dan Samarinda (2008).

Friday, August 3, 2012

Jalan-Jalan Tugas ke Enrekang


Akhir Juli lalu, saya punya kesempatan menjejakkan kaki di Sulawesi Selatan (Sulsel). Ini bukan kesempatan pertama kali berada di provinsi di ujung selatan Pulau Sulawesi karena saya pernah ikut orangtua bertugas di ibukota provinsi, Makassar atau dulu dikenal dengan nama kota Ujung Pandang. Tapi apalah arti ingatan masa kecil?

Kesempatan lain hanya untuk transit di bandara internasional Sultan Hasanuddin juga untuk kemudian lanjut ke kota lain. Nah, sekitar jam 8.25 wita pada 24 Juli 2012 lalu, saya bersama pesawat dari Jakarta mendarat di bandara internasional yang terlihat lebih efisien dalam hal penataan ketimbang bandara Soekarno-Hatta ini.

Dari bandara internasional yang berada di kabupaten Maros ini saya bersama rekan-rekan menaiki kendaraan roda empat menuju Kabupaten Enrekang. Jarak tempuh dari bandara-kota Enrekang, ibukota kabupaten, sekitar 230 kilometer atau 5 jam perjalanan.

Sulawesi Selatan di peta memang berbentuk seperti jantung, dan Kabupaten Enrekang (Enrekang) berada di jantung jazirah dan merupakan pintu masuk ke Kabupaten Tana Toraja. Dalam arti, jika Anda ingin menuju daerah wisata Tana Toraja maka Anda harus melewati dulu Enrekang.

Ketika saya mendapat penugasan ke kabupaten Enrekang juga seperti “wish come true” karena sebelumnya saya menulis artikel dengan bahan wawancara dan bahan-bahan tertulis tentang Kabupaten Enrekang ini, saya sebagai si pencinta kopi langsung jatuh cinta dengan wilayah penghasil kopi arabika ini. Melihat foto-foto daerah melalui berselancar di Internet juga membuat saya membatin semoga bisa kesana.

Menyusuri jalan darat menuju Enrekang ternyata berbeda dengan kota di Jawa, karena sepanjang jalan menyaksikan pantai/laut dan sawah yang menunjukkan kontur topografi wilayah tersebut relatif datar. Adapun kabupaten yang kami harus lewati antara lain berturut-turut Maros, Pangkep (Pangkajene dan Kepulauan), Barru, Parepare, Pinrang  dan Enrekang.

Tiba di Enrekang, saya malah teringat dengan kampung ayah saya di Tapanuli Selatan yang kaya perbukitan dan masyarakatnya mayoritas mengandalkan hidup dari pertanian. Enrekang berasal dari bahasa Bugis yang berarti daerah pegunungan, memang hampir 85 persen dari luas wilayah dikelilingi oleh gunung dan bukit yang membentang di kabupaten seluas 1.786,01 kilometer persegi.

Topografi terdiri dari pegunungan, perbukitan, diikuti lembah dan sungai dengan ketinggian antara 47-3.293 meter di atas permukaan laut, tanpa wilayah pantai, justru membuat saya menikmati keindahan alam yang mayoritas hijau. Selama di sana menjadi kesempatan saya menggunakan Canon G-12 milik pribadi mengasah minat fotografiku.

Wisata andalan di kabupaten yang juga dikenal dengan sebutan Massenrempulu (artinya: daerah pinggiran gunung atau menyusur gunung) adalah menikmati pemandangan  Buntu Kabobong di lereng gunung Bambapuang, berupa lereng gunung berada di sisi kanan jalan poros Tana Toraja dan disebut juga Gunung Nona karena menyerupai kelamin wanita *silahkan interpretasi sendiri dari gambar yang foto yang sempat dibuat saat saya berdiri dengan Buntu Kabobong dari kejauhan*

Adapula pemandian alam air terjun Lewaja, atau situs kuburan batu Tontonan yang berada pada tebing gunung batu.

Sayang, selama di sana saya tidak sempat menyesap Kopi Arabica typica asal Enrekang yang terkenal. Tapi jangan lupa mencicip dangke, makanan khas terbuat dari susu sapi atau susu kerbau sehingga citarasa seperti keju. Bisa menjadi olahan seperti tahu dan kini Pemkab mengembangkan kripik dangke yang rasanya manis gurih.

Selain itu liputan selama masa puasa Ramadan membuat suasana di wilayah yang mayoritas beragama Islam ini tidak maksimal. Misalkan aktivitas yang bergeser ke lebih sore, sehingga untuk keperluan peliputan aktivitas kota agak kecele, atau saat mengunjungi instansi seperti UPTD Balai Pengembangan Teknologi Tekstil, sentra penggilingan kopi dan Kebun Raya Enrekang ternyata sudah tutup karena jam kerja pegawai negeri sipil hanya sampai jam 14.00 wita selama bulan suci Ramadan.